Beras merupakan komoditas pangan utama bagi masyarakat Indonesia. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, publik dikejutkan oleh maraknya praktik beras oplosan yang beredar di pasaran. Terbaru, pada pertengahan Juli 2025, Satgas Pangan dan Kementerian Pertanian RI berhasil mengungkap praktik manipulasi mutu produk beras kemasan di pasaran.
Apa Itu Beras Oplosan?
Beras oplosan adalah beras yang telah dicampur atau dimanipulasi kualitasnya dengan tujuan komersial, seperti mencampurkan beras premium dengan beras medium. Bahkan menggunakan beras impor berkualitas rendah, lalu dikemas ulang seolah-olah produk lokal unggulan. Dalam kasus yang lebih ekstrem, praktik ini melibatkan pewarna sintetis, pemutih, atau pengawet yang berbahaya bagi kesehatan. Menurut laporan dari Kementerian Perdagangan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), praktik pengoplosan sering kali dilakukan oleh oknum distributor atau pedagang untuk meningkatkan margin keuntungan.
Temuan Terbaru Juli 2025
- 212 merek beras kemasan diduga melakukan praktik oplosan—dari pengurangan berat, penyimpangan mutu, hingga penjualan di atas Harga Eceran Tertinggi (HET)—dan telah dilaporkan ke polisi oleh Kementan dan Satgas Pangan.
- Dari hasil uji mutu, 85,56% beras premium tidak memenuhi mutu SNI; 59,78% dijual di atas HET; dan 21,66% memiliki berat lebih ringan dari labelnya.
- Pemerintah telah memanggil 25 pemilik merek dan 6 produsen besar untuk diperiksa serta sampelnya diuji laboratorium.
- Pemeriksaan ini dipicu oleh prakiraan bahwa kerugian konsumen akibat praktik oplosan mencapai Rp 99 triliun per tahun.
Faktor Penyebab Praktik Oplosan
- HET yang ditetapkan pemerintah, terutama untuk beras medium, dinilai terlalu rendah dibanding Harga Pokok Produksi (HPP) gabah kering panen dan biaya penggilingan.
- Sistem distribusi beras di Indonesia masih minim pelacakan (traceability) sehingga beras SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) sering bocor ke pasar komersial.
- Banyak merek beras tidak diverifikasi secara berkala soal mutu, dan tetap bisa beredar dengan label “premium” tanpa pengujian fisik atau kimia yang ketat.
- Produsen besar yang bersaing di pasar ritel (minimarket/supermarket) terdorong untuk menekan harga dan tetap mempertahankan marjin.
- Banyak konsumen tidak memahami perbedaan mutu beras (premium vs medium), sehingga mudah tertipu oleh tampilan kemasan atau visual beras.
- Banyak beras dari luar sistem Bulog/SPHP yang masuk ke pasar lewat jalur-jalur tak resmi (gudang swasta, distributor gelap).
Tips Konsumen Mewaspadai Beras Oplosan
- Periksa label dengan teliti: tercantum kelas mutu (premium/medium), berat bersih, logo halal, tanggal produksi serta pastikan membeli dari merek yang sudah terdaftar resmi di BPOM dan SNI.
- Amati tekstur dan aroma: beras oplosan biasanya memiliki bau menyengat, terlalu putih atau mengkilap tidak wajar.
- Kenali mutu beras premium: minimal butir kepala ≥ 85%, kandungan menir kurang dari 0,5%.
- Cermati nilai ekonomi: jika harga terlalu murah dari pasaran beras premium pada umumnya, patut dicurigai.
Uji masak sederhana: Beras oplosan cenderung menghasilkan nasi yang cepat basi, lengket berlebihan, atau tidak pulen walau dimasak dengan metode standar.
